MEMBENTUK TARGET PENCAPAIAN DAN MOTIVASI DIRI MELALUI KONTEN MEDIA LITERASI
Sudah bukan rahasia bahwa media adalah salah satu agen sosialisasi. Meski keluarga menjadi agen sosialisasi primer bagi individu, kini media bahkan memiliki peran lebih besar dari keluarga, khususnya bagi remaja.
Data penelitian dari studi yang berjudul Digital Citizenship Safety among Children and Adolescents in Indonesia" (Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia) menyebutkan bahwa Penggunaan media sosial dan digital menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari anak muda Indonesia. Studi ini menemukan bahwa 98 persen dari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet dan bahwa 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet
(https://kominfo.go.id/content/detail/3834/siaran-pers-no-17pihkominfo22014-tentang-riset-kominfo-dan-unicef-mengenai-perilaku-anak-dan-remaja-dalam-menggunakan-internet/0/siaran_pers)
Maka dari itu media khususnya media digital menjadi agen pembentuk kepribadian yang sangat berpengaruh. Apalagi media-media non digital saat ini berawal dari media digital. Contoh saja, untuk merilis sebuah buku atau komik karya tersebut sudah ramai dibaca terlebih dahulu oleh public pada media-media digital yang tersedia seperti wattpad, webtoon dan lain sebagainya. Ditambah lagi saat ini sosmed menyuguhkan berbagai model informasi baik berupa bacaan, suara, gambar ataupun video. Dan juga bahwa berliterasi tidak sebatas pada tulisan saja.
Film dan video-video yang tersaji pada media digital pun sukses menjadi media literasi masa kini. ketika konten literasi sangat penting, maka kita harus sadar apakah media terbesar penyumbang konten media literasi terbanyak seperti digital sudah menyediakan konten media literasi yang baik?
Berdasarkan pengalaman saya sendiri, konten media literasi ini berpengaruh sekali terhadap pola pikir dan motivasi pencapaian hidup. Kenapa? Mari bahas mengenai literasi terlebih dahulu. Menurut Elizabeth Sulzby “1986”, Literasi ialah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi “membaca, berbicara, menyimak dan menulis” dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya.
Nah benar memang, dewasa ini pengertian literasi tidak sesempit dahulu. Jadi literasi bisa menjadi kunci utama dalam soft skill seseorang. Bahkan literasi bisa menjadi kunci dalam menguasai 3 aspek untuk menguasai dunia, diantaranya IT, Bahasa dan Public Speaking. Bahkan dengan literasi kemampuan menciptakkan kalian pun terasah. Apakah benar efek literasi sebesar itu? Mari bahas literasi dari sudut pandang agama Islam.
Islam sudah memerintahkan untuk berliterasi sejak zaman Rasulullah SAW. Hal ini disimpulkan ketika Rasulullah SAW menyuruh sahabat “Tulislah! Karena demi dzat Allah yang jiwaku berada dalam genggaman tangannya. Tidaklah yang keluar dari mulutku itu kecuali kebenaran.”
Dari menulislah akan terjadi proses membaca, dan dari proses membacalah ada proses mengolah informasi. Dari informasi-informasi yang sudah kita kumpulkan maka kita bisa menyampaikan melalui berbagai cara baik secara lisan maupun tulisan, bahkan dengan informasi-informasi yang telah kita pahami kita bisa membuat sesuatu yang baru dan menjadi muslim yang penuh inovasi.
Namun bagaimana jika konten-konten literasi yang masuk ini tidak baik? Tentu ini akan sangat berpengaruh kepada motivasi dan tingkat pencapaian hidup seseorang.
Berdasarkan pengalaman saya yang sudah berteman dengan smartphone, sosmed dan novel sejak menginjak kelas 3 sekolah dasar, saya merasa motivasi dan pencapaian saya terpengaruh karena konten literasi yang saya dapatkan. Saya dilarang oleh mama saya untuk menonton dan membaca novel romance. Hanya buku-buku kkpk dan pcpk yang saya baca hingga kelas 6 sekolah dasar. Sedangkan untuk film-film romance saya baru bisa bebas menontonnya di kelas 3 SMP yang mana teman-teman saya pada umumnya bahkan sudah menonton itu sedari kelas 5 sekolah dasar.
Contoh saja Dilan, saya bahkan baru menonton film itu setelah3 tahun rilis karena mama menegaskan saya untuk tidak menontonnya. Selama saya kosong dari informasi-informasi romance, saya banyak mendapatkan informasi lain. Contohnya ketika saya banyak mengisi waktu dengan menonton film action. Di sana saya merasa banyak hal baru yang bisa saya dapatkan diantaranya pengetahuan bahasa, teknologi, menganalisis masalah, budaya dan lain-lain tentang negara di luar. Hal ini tentu menambah pengetahuan umum bukan? Bahkan film-film dan buku yang saya baca menggerakan dan menyadarkan saya bahwa ketika negara lain sudah sejauh itu berpikir ke depan, mengapa anak muda Indonesia masih saja sibuk dengan urusan percintaan?
Karena dari informasi yang kita dapatkan akan timbul motivasi-motivasi. Jika banyak menonton film atau membaca suatu tulisan berisikan hal-hal yang tidak baik khususnya tidak sesuai umur, maka akan timbul rasa ingin mencipipi. Maka tanpa sadar hal itu akan mempengaruhi cita-cita dan target pencapaian hidup.
Contohnya ketika saya masih jauh dari konten romance yang tidak mendidik saya sangat termotivasi untuk bersaing dengan negara lain dan menciptakan Indonesia yang lebih baik. Saya tidak lagi mengurusi permasalahan lain selain bagaimana cara saya mengimprove diri agar berguna bagi bangsa.
Namun ketika saya mulai bebas menggali informasi, tepatnya saya mulai bebas menonton dan membaca konten-konten yang tidak bermanfaat saya merasa pencapaian hidup saya berubah. Benar, saya mulai ingin merasakan apa itu cinta dan menghalalkan kegiatan-kegiatan hiburan anak muda yang tidak sesuai takarannya hingga membuat tidak produktif. Apalagi melihat banyaknya konten yang tidak mendidik yang disuguhkan media digital membuat remaja kurang berpikir kritis terhadap bangsanya.
Penilaian ini tidak berhenti hanya pada saya saja. Saya membandingkan teman saya yang bernama Alya Salma dengan beberapa teman yang lain. Alya salma adalah siswi dengan konten media literasi yang baik. Ia tidak pernah lupa membawa buku self improvementnya kemana-kemana. Terbukti bahwa Alya adalah individu bermotivasi dan berdisiplin tinggi sehingga membuatnya aktif di sekolah dan selalu menjadi juara kelas. Lalu jika saya melihat teman-teman saya yang konten media literasinya hanya terbatas pada hal-hal yang tidak mendidik ada beberapa kesimpulan yang saya ambil dari sikap mereka.
1. Menjadikan kisah cinta yang sempurna sebagai target pencapaian, batas kesuksesan dan kebahagiaan yang besar
2. Timbulnya perasaan insecure
3. Acuh terhadap Pendidikan dan kemampuan diri
Mengapa bisa? Tentu konten media literasi percintaan yang tidak mendidik dapat menjadikan kisah cinta yang sempurna sebagai target pencapaian yang besar. Apalagi saat ini media banyak menyuguhkan konten media literasi yang tidak mendidik. Membuat banyak remaja kurang berpikir kritis terhadap negaranya. Akibatnya ia akan mengejar kesempurnaan kisah cintanya dengan cara apapun.
Lalu Insecure ditimbulkan karena banyaknya kehidupan sempurna yang terlihat di kaca mata digital, selain itu korban media ini akan mengaitkannya dengan pencapaian cinta tersebut. Ia akan merasa jika berbagai aspek ia kurang ia tidak akan mendapatkan kisah cinta yang sempurna. Maka timbulah usaha-usaha untuk berkompetisi pada berbagai aspek yang dirasa bisa mencapai pada keinginannya tersebut.
Hal ini dapat membuat kita acuh terhadap Pendidikan dan kemampuan diri. Tentu hal ini akan berpengaruh terhadap kompetisi hidup apa yang seseorang ambil, saya akan membahasnya pada pembahasaan mengenai sensitifitas dan jiwa kompetisi perempuan (link).
Selain itu mereka akan sangat sibuk menata semua yang terlihat oleh kasat mata. Saya melihat sendiri bagaimana teman-teman saya menggunakan uang spp sekolahnya untuk membeli skincare dan smartphone sebagai cara untuk mencapai target pencapaiannya, yaitu kisah cinta yang sempurna dengan orang yang mereka sebut sempurna dari sudut pandang mereka.
Saya juga melihat sendiri bagaimana mereka bisa dengan mudah bolos sekolah tanpa berpikir itulah kewajiban mereka sesungguhnya dibandingkan dengan sibuk menata tampilan diri dan social media agar tampak sempurna dan dapat mengejar kesempurnaan cinta yang ia pelajari dari konten media literasi yang tidak mendidik.
Mereka mulai mengesampingkan sekolah karena bagi mereka sekolah bukanlah cara untuk mencapai target pencapaian mereka. Selain itu saya juga melihat teman saya yang menyerahkan foto tidak senonoh pada kekasihnya atau pada orang lain demi mendapatkan sejumlah uang untuk membeli alat yang mereka butuhkan untuk sampai pada pencapaian tersebut.
Kisah cinta yang sempurna dan kepopuleritasan yang dijadikan batas kebahagiaan atau kesuksesan juga terbukti dengan lebih banyaknya pujian pada remaja yang pupuler dan hits dibandingkan pada remaja yang berprestasi. Akibatnya demi antusiasme dan motivasi yang mengarah pada hal seperti itu membuat tidak sedikit dari mereka yang meninggalkan Pendidikan.
Mengejar kepopuleritasan tidaklah salah, karena setiap individu memiliki potensinya masing-masing tapi tidaklah dibenarkan untuk meninggalkan Pendidikan. Karena bekal utama menjadi pendidik adalah Pendidikan. Karena menjadi apapun kita, berprofesi apapun, kita tetaplah menjadi pendidik untuk anak kita kelak.
Rasa iri adalah motivasi paling besar yang bisa kita arahkan untuk hal positif. rasa iri pada hal-hal seperti kepopuleritasan dan percintaan tidak akan timbul jika konten yang kita baca seimbang dan baik. Juga target pencapaian akan berbeda. Saya sebagai perempuan melihat ini terjadi sangatlah prihatin. Membaca kisah cinta tidaklah salah jika si pembaca minimalnya memenuhi rating usia dan maksimalnya sudah dewasa secara psikologis sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti tadi.
Seharusnya dengan zaman yang sudah canggih ini jika kita bisa cermat dalam memilah konten apa yang akan kita jadikan bahan literasi tentu anak bangsa akan lebih maju dan penuh inovasi. Kemudahan meraih informasi seolah membuat segalanya ada dalam genggaman dan zaman menuntun kita pada literasi digital.
Maka jadikanlah ini jalan untuk berliterasi dengan baik karena sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa begitu besar pengaruh literasi itu sendiri. Jangan biarkan moral kita rusak. Karena ketika kita sudah membentuk motivasi dan target pencapaian maka kita akan dengan mudah mengetahui kemana kita harus melangkah.
Maka seimbangkanlah konten media literasi kita antara ilmu dan hiburan. Selain itu tetap jadikanlah Pendidikan sebagai kunci dari lepasnya belenggu kebodohan. Perbanyaklah konten yang dapat membuat kita kritis dan merangsang kepekaan kita terhadap kemajuan bangsa. Sehingga mendorong partisipasi dalam kompetisi bangsa pada persaingan di kancah global. Mari perbaiki literasimu! Tumbuhkan motivasi diri untuk ikut berpartisipasi dalam revolusi.
Oleh : Putrianti Adinda Salsabila
Kelas : XI IPS 2

Komentar
Posting Komentar