Stasiun kereta tak bernyawa
Bulan tampak dengan sinarnya yang amat terang, aku berjalan menyusuri stasiun.
Sepi. Itu yang aku rasakan, pikiran bertanya tanya 'bukankah stasiun ini dikenal dengan keramaiannya? mengapa sekarang sepi? Segera aku enyahkan pikiran negatif dan aku lanjutkan perjalananku menuju lobi pemesanan tiket.
Saat aku hendak memesan tiket, hawa dingin aku rasakan. Aku sapa petugas yang ada di lobi pemesanan tiket dengan ramah. Dan anehnya wajah petugas tersebut pucat pasi, datar.
Pikiran negatif itu muncul lagi, tapi aku tak peduli. Dalam pikiranku hanya pulang, rencananya aku akan menemui gadis kecilku yang sedang berulang tahun.
Selama beberapa menit aku menunggu, hingga akhirnya terdengar suara peluit yang menandakan kereta telah tiba. Aku segera bergegas untuk menaiki kereta, aku duduk dikursi yang terbilang cukup nyaman. Kebetulan penumpang sedikit ramai, lagi lagi aku merasa ada yang janggal.
Aku menatap satu persatu penumpang, datar. Tatapan mereka kosong, aku alihkan pandanganku ke ponsel berharap tidak ada lagi aura mistis. Selama beberapa menit, aku masih sibuk memainkan ponsel dan tiba tiba ada selembar koran yang mengenai sepatuku.
Koran usang, aku mulai tertarik untuk membaca koran tersebut. Pandanganku langsung terpaku saat membaca berita yang menjadi trending topik beberapa bulan lalu. Diberita tersebut tercantum sebuah stasiun yang hancur lebur yang disebabkan gempa bumi 8 Skala ritcher, semua orang yang ada di stasiun tersebut di nyatakan tewas bahkan gerbong kereta di stasiun ini pun hancur tak tersisa.
'Oh tidak!' stasiun itu yang aku kunjungi tadi, dan kereta ini??!!
Takut, bulu kuduk ku mulai meremang. aku atur nafasku, sebisa mungkin aku harus tenang. Aku mencoba bersikap normal seperti tadi, dugaanku benar. Ternyata aku sedang bereda di kereta yang seluruh penumpangnya telah tiada, aku kembali menatap satu persatu penumpang dan kejanggalan itu mulai nampak.
'Mereka melayang! kaki mereka tidak menapak!' keringat dingin membasahi sekujur tubuh.
'Aku tidak boleh panik! aku harus mencari cara agar bisa keluar dari kereta horor ini.'
Dan beruntungnya aku, karena jarak stasiun berikutnya sudah tidak jauh hanya diperlukan waktu 1 menit, Aku terus mengucapkan istighfar dan doa. Akhirnya, aku sampai di stasiun berikutnya, aku segera bergegas keluar dari kereta ini. Saat aku sudah keluar, tiba tiba nampak noda darah yang membanjiri seluruh jendela kereta. Merinding, itu yang aku rasakan.
Aku pergi meninggalkan stasiun dan kereta tersebut lalu melanjutkan perjalananku taksi, berharap kejadian seperti tadi tak akan terulang lagi.
Oleh : Eka Cahyani (XI IBB)

Komentar
Posting Komentar