Perasaan yang berbahaya

 

Keempat anak muda itu berjalan dengan semangat ke arah salah satu restoran di dekat kota Haido.

Mereka adalah Detective Team (DT) yang terkenal berasal dari Okuho. Tampaknya, mereka akan merayakan keberhasilan analisis dalam kasus yang kemarin dipecahkan oleh mereka di Osaka dengan makan-makan.

“Kamu mau makan apa Wakasa? Aku mau makan Udon.” Gadis berambut panjang dark brown sepunggung dengan poni tak beraturan itu mulai melihat-lihat menu.

“Kare! Aku mau Kare Yumi!” Gadis berkacamata dengan jilbab hitam terlihat excited.

“Dasar, udah gendut juga! Jangan makan yang mahal-mahal dong!” seorang pemuda dengan poni yang menutupi keningnya tersenyum jahil. Ia mulai duduk dengan santai. “Aku mau sashimi, pesankan dong Wakasa!”

“Jangan ganggu mereka terus. Kamu menjadi semakin memuakkan, Ogane.” Kini, giliran pemuda tampan dengan ekspresi wajahnya yang cuek menepuk pundak Ogane.

“Sudahlah, Shitsu. Kamu selalu berlebihan. Kali ini, biarkan kita berpesta dengan tenang karena telah menyelesaikan kasus penculikan di Osaka.” Ogane tampak mengabaikan kata kata Shitsu.

Kini, mereka berempat sudah duduk bersama di meja. Makanan pun sudah di hidangkan. Tapi sepertinya ada yang menyita perhatian Wakasa.

“Bukankah itu pak Kuroda teman ayah Ogane?” ia menunjuk salah satu meja yang tidak terlalu jauh.

“Benar, tapi dia sedang berbicara dengan lelaki tua dan wanita paruh baya. Siapa mereka?” Ogane menimpali.

“Sebaiknya kita mencoba menyapanya.” Yumi mulai mendekati meja Kuroda. Sepertinya ia sudah menyadari kalau Yumi menghampirinya.

“Halo pak Kuroda. Ini Yumi. Apakah kamu mengingat ku?” Yumi tersenyum hangat.

“Halo Yumi. Tentu saja aku mengingatmu. Apakah kamu datang sendiri kesini?” Pak Kuroda melihats sekeliling.

“Aku datang bersama detective team. Mereka duduk di sana. Tidak terlalu jauh dari meja mu.” Yumi menunjuk meja mereka dan memberi isyarat agar mereka segera menghampiri meja pak Kuroda.

“Pak Kuroda! Senang bisa bertemu dengan mu lagi.” Wakasa tiba-tiba duduk di samping pak

Kuroda.

“Hahaha, tentu. Aku juga senang bertemu dengan mu lagi.” Pak Kuroda tersenyum melihat kelakuan Wakasa yang ceria.

“Pak Kuroda, bukankah istrimu baru meninggal dua hari lalu? Kenapa sudah bersenang senang saja?” Shitsu berkata dengan ketus.

“Ah, bukan begitu Shitsu. Aku kemari untuk melepas penat. Aku juga jenuh kalau bersedih terus.” Pak Kuroda tersenyum sarkas.

“Ah iya. Tentang kematian istrimu, kami turut berduka cita.” Ogane membungkukkan badan.

“Sudahlah anak muda. Aku di sini untuk menghiburnya.” Wanita paruh baya yang daritadi duduk di samping kanan pak Kuroda menyeringai. Paras wanita itu memang cantik meski sudah tak muda.

Rambutnya bergelombang dengan panjang sebahu. Sepertinya dia orang yang kaya. Karena, dari tadi ada beberapa pelayan yang berdiri dan memegangi barang-barang nya.

“Maaf, siapa anda?” Ogane belum pernah melihat dia bersama pak Kuroda sebelumnya.

“Abaikan saja dia, dia memang sudah gila sejak mengenal Kuroda.” Pria tua yang dari tadi hanya menyeruput kopi mulai buka suara.

“Apa-apaan? Kau mau cari ribut dengan ku? dasar pria bangkai.” Wanita itu melemparkan beberapa kentang ke arah pria tua.

“Sudahlah. Jangan bertengkar terus Yirei, Motoyama. Anak-anak ini kemari bukan untuk melihat kalian bertengkar.” Pak Kuroda menenangkan situasi. Sebenarnya, detective team juga merasa tidak nyaman berada di lingkungan dengan situasi seperti ini. Tapi, pak Kuroda meminta mereka untuk duduk satu meja.

“Diamlah, aku mau ke toilet. Hirai, temani aku.” Yirei memanggil salah satu pelayan perempuannya.

“Baik nyonya.” Mereka berdua pergi ke toilet.

“Ah iya, aku juga mau membeli beberapa minuman.” Motoyama beranjak pergi. Kini, tinggal detective team dan pak Kuroda yang duduk di meja.

“Aku tidak menyangka orang dewasa juga bisa bersikap kekanak-kanakan. Menjijikan” Shitsu memberikan penekanan dalam intonasi nya.

“Maaf atas ketidaknyamanan ini. Aku berusaha untuk menenangkan situasi.” Paka Kuroda hanya tersenyum.

“Sepertinya, aku juga mau ke toilet. Aku permisi.” Pak Kuroda juga pergi. Kini, di meja hanya ada detective team.

“Apa makanan yang dipesan oleh para orangtua ini?” Wakasa melihat banyak makanan di atas meja.

“Sepertinya pak Kuroda hanya memesan kopi. Sedangkan nyonya itu memesan kentang, pizza,smoothies. Pak tua tadi memesan Kopi dan spaghetti.” Yumi mengeluarkan pendapatnya.

“Apa yang kalian lakukan? Untuk apa menyebutkan makanan secara rinci begitu.” Shitsu memutar bola matanya.

“Hehehe, tidak apa-apa” Yumi tersenyum

Setelah beberapa saat, Motoyama kembali.

“Eh? Dimana Kuroda dan Yirei?” dia kebingungan saat kembali ke meja.

“Mereka ke toilet. Sebentar lagi juga kembali.” Ogane melanjutkan menguyah sashimi nya. Benar saja, setelah Ogane mengatakan hal itu, Yirei datang. Beberapa saat setelah Yirei datang,

Kuroda juga kembali. Setelah mereka berdua duduk, Yirei mulai memakan kentang nya.

“Boleh aku mencobanya?” pak Kuroda mengambil beberapa kentang milik Yirei.

“Sepertinya aku harus pulang.” Yirei memegangi perutnya. Ia kemudian memakai sarung tangan dan topi. Ia sudah bersiap-siao untuk pulang.

“Hirai, tolong panaskan mobil. Kuroda, Motoyama, aku pamit pulang.” Yirei pamit lalu beranjak dari kursinya dan berjalan menuju pintu. Tiba tiba, dia terjatuh dan tebaring.

“AAAKH!” Yirei berteriak kesakitan. Setelah itu, dia tak lagi bersuara. Seisi restoran terkejut, sama hal nya seperti detective team.

“Jangan ada yang bergerak! Tetap di dalam restoran! Kalau ada yang keluar, saya akan panggil polisi!” Wakasa menghalangi pintu.

“Shitsu, panggil polisi dan ambulans. Nyonya ini sudah mati. Mungkin karena racun. lihat lah, mulutnya berbusa.” Ogane memegang leher Yirei. Memastikan denyut nadinya.

“Tidak! Nyonya!” Hirai mencoba mendekati mayat Yirei, namun ditahan oleh Yumi. Sementara itu, Shitsu sedang menelepon, memanggil polisi.

Beberapa saat kemudian, polisi datang dan melakukan penyelidikan.

“Aduh, kalian lagi. Kenapa di setiap keberadaan kalian selalu muncul kasus?” seorang sersan polisi pria menghampiri detective team.

“Karena kami ditakdirkan memecahkan kasus, sersan Takagi.” Ogane menjawab pertanyaan konyol itu.

“Bagaimana dengan hasil penyelidikan?” Wakasa balik bertanya.

“Ah iya. Setelah melakukan penyelidikan, polisi mendapat beberapa petunjuk dari kematian Yirei Haneda. Pertama, penyebab kematiannya adalah Racun. Racun ditemukan di sarung tangan korban, tangan korban, sapu tangan korban, Pinggir topi korban, dan bagian kecil meja tempat Koban duduk. Begitu hasil laporan penyidik.” Sersan Takagi membacakan laporan penyelidikannya.

“Dugaan waktu kematian korban?” Shitsu merasa ada yang kurang dalam laporan.

“Di duga korban meninggal tepat pada jam 16.00 dengan kulit kebiru-biruan. Dugaan sementara, racun berada di kentang yang dia makan.” ersan Takagi menjelaskan lebih rinci lagi.

“Tunggu, tidak mungkin racun itu berada di kentang. Karena, jelas-jelas aku melihat pak Kuroda juga memakan kentang yang sama.” Yumi membuka suara. 

“Sebaiknya, kita curigai orang-orang yang dekat dengannya. Karena mereka memiliki kesempatan lebih banyak untuk membunuh korban.” Shitsu menganalisis.

“Dari semua orang disini, sebaiknya kita panggil terduga. Bisa dibilang mereka adalah pak Kuroda, pak Motoyama, dan Hirai yang banyak menghabiskan waktu bersama korban.” Wakasa berpikir, merekalah yang paling punya kesempatan.

“Baiklah, untuk saat ini kita interogasi dan kumpulkan bukti dahulu.” Sersan Takagi pergi untuk memanggil para terduga.

Kuroda, Motoyama, dan Hirai sudah ada di depan detective team sekarang. Mereka siap diintrogasi.

“Maaf membuat kalian terasa seperti penjahat. Tapi ini demi kebaikan kita semua, agar pembunuh bisa di tangkap. Saya akan mengajukan pertanyaan, dan jawablah dengan jujur. Pertanyaan pertama, sebenarnya apa tujuan pertemuan yang kalian lakukan disini?” Shitsu menatap mata para terduga.

“Kami datang kesini untuk membicarakan hal yang pribadi.” Kuroda menjawab. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang tertekan.

“Nyonya memberitahu saya kalau dia ada urusan dan ingin makan disini.” Hirai menjawab dengan cemas.

“Aku bukan datang kesini untuk melihat orang pacaran. Aku datang kesini untuk kekayaan ku.” Motoyama menjawab dengan percaya diri.

Detective team kebingungan. Jawaban apa ini?Wakasa dan Ogane saling menukar pandang. Sepertinya mereka mengerti.

“Baiklah, terimakasih atas jawabannya. Tapi, setelah kami menyelidiki dan bertanya kesana kesini tentang kalian, ini mengagetkan. Ternyata kalian punya latar belakang dan motif yang kuat untuk melakukan pembunuhan.” Shitsu melanjutkan apa yang memang harus dia lakukan.

“Hirai Shokuwa, ibu anda yang sudah bekerja bertahun tahun untuk korban di biarkan meninggal karena asma oleh korban. Korban tidak mau membatu biaya pengobatan dan malah menyuruhnya membersihkan gudang, sehingga asma nya kambuh. Motif balas dendam bisa anda lakukan untuk membunuh korban. Itu yang kami dapat setelah bertanya pada beberapa teman pelayan Anda.”

Shitsu menatap Hirai.

“Kuroda Amimeyo, menurut para tetangga anda dan korban menjalin hubungan spesial. Korban dan istri anda saat masih hidup sempat terlibat perselisihan yang menyebabkan istri anda dan anda diusir dari apartemen karena sering membuat keributan. Anda juga pernah beberapa kali ditipu oleh korban. Motif balas dendam juga bisa anda lakukan.” Kini, giliran Kuroda yang di tatap oleh Shitsu.

“Motoyama Aray, tidak pernah akur dengan korban. Anda adalah mantan suami korban dan sahabat dekat Kuroda. Anda bercerai dari korban ketika mengetahui bahwa korban berselingkuh dengan sahabat baik anda, Kuroda. Setidaknya itu yang di katakan ibu anda.” Motoyama hanya tersenyum.

“Ibuku memang sudah meninggal, tapi aku tidak pernah menyimpan dendam pada nyonya!” Hirai melakukan pembelaan.

“Aku juga, memang berpacaran dengan Yirei, tapi untuk apa membunuh nya?” Kuroda menimpali.

“Aku memang ingin dia mati, tapi bukan aku yang membunuh.” lagi-lagi motoyama hanya tersenyum. Kali ini terlihat seperti dipaksakan.

“Huft, baiklah. Sekarang aku ingin dengar dari kalian tentang korban. Apa saja. Hal-hal kecil juga tidak apa-apa.” Tiba-tiba Yumi memotong dialog Shitsu dengan para terduga.

“Hmm, Nyonya orangnya sangat apik. Dia tidak memakai tisu yang disediakan umum, peralatan makan dari restoran, dan fasilitas umum lainnya. Dia membawa semua itu sendiri.” Hirai menjelaskan.

“Menurutku, dia keras kepala dan tidak perasaan. Kemarin kami sempat bertengkar” Kuroda tersenyum sarkas.

“Yah, bagiku dia sampah. Dia selalu ingin menguntungkan dirinya sendiri. Tapi belakangan ini kudengar dia sedang sakit ya?” Motoyama menatap Hirai.

“Ah iya, nyonya sering mengalami sesak nafas. Jadi, ia rutin minum obat yang disarankan oleh pak Kuroda.” Hirai menatap Kuroda. Tapi Kuroda malah memalingkan wajah.

“Mengenai obat itu, kami menemukannya di tas korban.” Sersan Takagi menunjukan botol kecil yang penuh dengan pil hijau aneh.

“Ya benar, itu obat milik nyonya.” Hirai mengangguk.

“Tapi ada kancing baju yang menyangkut ditutup botol. Ada bekas luntur merah di tengah-tengahnya.” Sersan Takagi menunjukan botolnya sekali lagi.

“Eh? Bekas luntur merah itu mungkin dari cat kuku nyonya.” Hirai menjawab. “Tadi saat ketoilet, nyonya merasa sesak dan meminum obat, jadi mungkin itu membekas.” Hirai tertunduk.

Sementara Hirai bercakap-cakap dengan sersan Takagi, Motoyama dan Kuroda saling tukar pandang. Detective team sibuk menganalisis.

“Tadi aku juga sempat bertemu dengannya di toilet, dia sempat terlihat sesak ya.” Kuroda melontarkan kata-kata yang membuat Hirai kaget. Sesaat kemudian, Wakasa menyadari sesuatu. Tapi, Motoyama lebih mengatakan hal yang aneh.

“Cinta itu kejam. Benarkan, Kuroda?” Motoyama menyeringai. Dia berhasil membuat Kuroda tertunduk. Sepertinya dia tahu sesuatu.

“Pak Kuroda, kenapa anda tertunduk? Apakah anda sedang merasa bersalah atas pembunuhan yang kau lakukan kepada korban?” perkataan Wakasa sukses membuat semua orang disana tercengang.

“Apa maksudmu? Bagaimana aku melakukannya pada kekasih ku?” Kuroda terlihat panik.

“Ho ho, kau seperti tupai yang sedang terjatuh. Akui saja, jangan mengelak. Mungkin hukuman mu bisa lebih diringankan.” Ogane menatap lekat kepada Kuroda.

“Apa yang kalian katakan? Tolong jelaskan.” Hirai meminta Wakasa agar menjelaskan.

“Ehem! Baiklah, aku akan menjelaskan analisis ku. Kalian dengarkanlah dengan baik. Pertama, saat

korban ke toilet, sebenarnya pak Kuroda juga mengikutinya. Tapi, dia memberi jeda sedikit agar kita tidak curiga. Buktinya, barusan dia mengatakan kalau dia bertemu korban di toilet. Padahal, toilet pria dan wanita di pisah dan jaraknya juga jauh. Kita bisa memastikannya lewat cctv yang ada di depan toilet wanita. Pak Kuroda mengikuti korban. Saat korban sedang berada di dalam toilet, dia mengambil tas yang di pegang oleh Hirai yang menunggu di luar toilet. Dengan alasan ingin memberikan obat pada korban karena melihat nya sesak nafas, ia mendapatkan tas nya.

Setelah dia mendapatkan tas, dia mengambil sarung tangan terlebih dahulu, memakainya lalu mengambil botol obat dan menukar salah satu pil nya dengan pil racun. Namun saat dia sedang menukar pil, korban keluar dari toilet dan melihat Kuroda memegang botol. Dia merebut botol nya. 

Oleh karena itu, terdapat bekas merah. Itu adalah cat bekas gesekan kuku dengan botol, sehingga cat kuku korban terkelupas dan menempel di botol. Saat korban merebut botol, Kuroda menjelaskan bahwa dia mau memberikan obat itu pada korban karena mungkin korban kesakitan. Korban akhirnya meminum obat itu. Saat korban sedang meminumnya, diam-diam pak Kuroda membubuhkan racun pada saputangan. Saat korban selesai minum obat, dia akan mencuci tangan.

Dan setelah mencuci tangan, korban akan mengeringkan tangannya menggunakan sapu tangan. Seperti yang dikatakan Hirai, korban tidak memakai tisu yang disediakan atau fasilitas umum lain karena apik. Racun jadi terdapatpada tangan korban. Trik toilet selesai. Mereka kemudian kembali bersama sama.

Korban langsung memakan kentang dengan tangan berlumuran racun setelah kembali dari toilet. Kadar racun yang terkandung dalam tubuh korban meningkat. Aku yakin, korban ingin buru-buru pulang karena merasa semakin tak enak badan. Setelah itu, racun bereaksi dan korban meninggal.” Wakasa menjelaskan secara rinci.

“Buktinya, silahkan periksa sarung tangan, botol obat dan tas korban. Pasti terdapat sidik jari pak Kuroda. Dan kancing itu juga milik pak Kuroda, sepertinya tersangkut saat dia mencoba menyembunyikannya saat sedang menukar pil. Lihatlah, dari tadi pak Kuroda memegangi ujung baju yang kancing nya hilang, itu bisa di periksa. Oh! Mengenai cat kuku yang luntur, coba periksa lengan pak Kuroda, mungkin dia meminta korban untuk melepaskan sarung tangan karena pak Kuroda tidak ingin meninggalkan lebih banyak sidik jarinya. Mungkin saat Yirei membantu melepaskannya, cat kuku nya juga luntur dan membekas di lengan pak Kuroda.” Ogane melanjutkan.

“Panggil penyelidik dan periksa semua hal sesuai yang Ogane katakan!” sersan Takagi memerintahkan anak buahnya.

“Sudahlah, tidak usah. Aku tidak mau semakin mempermalukan diriku. Semua yang di katakan duaanak ini benar dan bisa dibuktikan.” Pak Kuroda menghela nafas. Dia mulai menitikkan air mata.

“Tapi kenapa pak Kuroda? Hirai juga, kenapa tidak memberi tahu kami?” Yumi merasa emosional dan marah.

“Aku tidak tahu itu bisa berhubungan dengan kasus. Aku hanya tahu pak Kuroda sangat perhatian dan ingin memberikan nyonya obat.” Hirai menunduk.

“Aku melakukannya karena dialah yang membunuh istriku! Saat itu, istriku tahu kalau aku menjalin hubungan dengannya. Istri ku mendatangi nya dengan bicara baik baik tapi dia malah membunuhnya! Motoyama juga menyaksikan saat dia tersenyum melihat istriku mati. 

Padahal aku erpacaran dengannya karena bosan saja! Aku hanya mencintai istriku! Aku melakukan ini untuk membalaskan dendam istriku!” pak Kuroda menangis tersedu-sedu.

“Benar, sebenarnya pertemuan ini diadakan oleh Yirei. Dia mencoba menyogok kami agar bungkam mengenai kasus itu. Dia menawarkan berjuta-juta dolar.” Motoyama lagi-lagi tersenyum.

“Pak Kuroda, anda bilang anda mencintai istri anda? jika anda benar-benar mencintainya, anda tidak akan berpikir untuk menjalin hubungan dengan wanita lain hanya karena bosan. Jika anda mencintainya, anda tidak akan membalaskan kematiannya dengan membunuh Yirei. Anda akan menolak pertemuan ini dan datang ke kantor polisi. Sejak awal, anda telah menodai rasa cinta anda sendiri.”

Shitsu mengatakan hal yang penuh makna. Setelah mendengar hal itu, pak Kuroda makin menangis tersedu. Akhirnya sang pembunuh ditangkap. Kuroda akan di giring ke meja pengadilan. Sementara Motoyama harus ke kantor polisi untuk kasus kematian istri Kuroda. Semua selesai sesuai harapan.

“Kalian diam-diam menganalisis saat kami sedang mendengarkan penyataan terduga. Curange sekali!” Yumi memukul pelan Wakasa.

“Ah, itu memang sudah naluri detektif.” Wakasa tersenyum kecil.

“Aku memang ditakdirkan untuk memecahkan kasus ya?” Ogane menimpali. Tersenyum lebar.

“Tidak baik tersenyum lebar saat ada orang mati. Ah, aku jadi benci makan kentang. Kita jangan

makan disini lagi ya. Aku hilang selera, gara-gara kasus bodoh ini.” Yumi memeluk Wakasa dari belakang.

Sementara itu, Shitsu memandangi Kuroda yang digiring dengan borgol ke mobil polisi dari jendela.

“Cinta tidak berbahaya. Dan tidak pernah jahat. Cinta itu tentang bagaimana kita menjalankan cinta

itu sendiri. Dengan baik, tanpa menyakiti siapapun.” Shitsu bergumam. Kemudian memalingkan wajahnya.

Kenyataan kasus yang menyakitkan harus di terima para penganalisinya. itu pasti. Saat ini, keempat anak muda itu berjalan pulang, mereka hanya ingin merebahkan badan di rumah, lalu beristirahat.


Oleh : Ghaiza Nurlaili Afiqoh (XI Mipa Pro)


Komentar

Postingan Populer