RAIN YANG MEMBENCI HUJAN
Di sore hari yang gelap hujan deras membasahi jalanan di lorong stasiun kereta yang sangat gelap yang sudah tidak terpakai selama bertahun-tahun karena kecelakaan yang besar dan meninmbulkan konflik dimana-mana. Jadi
tempat itu ditinggalkan hingga sekarang, dan menjadi tempat yang mistis bagi orang orang. Tapi tidak dengan seorang gadis yang kini tengah duduk ditepi lorong sambil bersandar dan memeluk kedua lutut kakinya, kepalanya tertunduk, matanya yang basah menatap rel kereta yang sudah berkarat. Ia menangis sejadi-jadinya mengingat kejadian yang terjadi di sekolah. Rain memang sering dibully oleh teman-temannya di sekolah dan juga kakak kelasnya, ia tidak punya teman satu pun. Karena Rain memang mempunyai karakter yang pendiam dan tertutup, selama ia dibully Rain tidak pernah menangis dan melawan apalagi untuk bercerita. Rain selalu diam dan tidak pernay berbicara sampai orang-orang mengira jika dia itu bisu tapi Rain seperti itu juga karena ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri setelah menyaksikan Ayahnya meninggal di depan matanya sendiri di tempat yang sama dengan yang ia lihat sekarang, Ibunya selalu menyalahkannya setelah kejadian itu.
Rain berhenti menangis ia mengusap jejak air mata dipipinya, matanya memerah, sudah 1 jam ia menangis. Rain berdiri dari duduknya ia menatap rel itu dengan tatapan nanar
"maafkan Rain Ayah", itu yang Rain ucapkan sebelum pergi dari stasiun.
Rain berjalan menerobos hujan. R A I N itu namanya, walahpun ia memiliki nama Rain tapi ia sangat-sangat membenci hujan karena disaat hujan Rain kehilangan cinta dari orang-orang yang ia sayangi.
Sesampainya dirumah dengan basah kuyup, Rain melihat Ibunya yang ada di ruang tengah dengan laptop dan dokumen-dokumen kesayangannya. Rain berlari menuju kamarnya melewati Ibunya yang sedang sibuk, Rain takut ia akan dimarahi atau ditanya-tanya oleh Ibunya.
Rain langsung masuk ke kamarnya, ia bergegas menuju kamar mandi dan membersihkan diri.
Sesudah mandi ia memakai piyama kesukaannya yang diberikan Ayahnya. Sebelum pergi Rain langsung mengerjakan tugas yang diberikan gurunya, saat sedang asyik mengerjakan tugas tiba-tiba pintu kamarmya terbuka dan Ibunya datang dengan tatapan penuh amarah. Ibunya menghampiri Rain yang ketakutan tiba-tiba Ibunya menjambak rambut Rain, Ibunya menariknya dengan kencang
"I-ibu s-sakit" rintih Rain sambil memegang rambutnya. "ini semua gara-gara kamu! Ibu lagi fokus kerja jadi keganggu, kamu emang ANAK PEMBAWA MASALAH!", ucap Ibu Rain sambil mengencangkan tarikan dirambut Rain.
"S-sakit Bu" cicit Rain
"MASIH MAU NGELUH HAH?! tadi guru kamu telpon dan dia bilang kalau kamu punya masalah, MASALAH APA HAH?!! udah ga berguna, NYUSAHIN!" ucap Ibu Rain semakin memuncak dan langsung mengambil kertas ulangan itu. "Nilai apa ini?! SOAL KIMIA DAPET 85! DASAR ANAK BODOH GAK BERGUNA!, kamu harus dapet hukuman" ucap Ibu Rain lalu menarik tangan Rain untuk berdiri dan mengambil penggaris besi yang ada di meja belajar Rain. Ibunya langsung memukul kaki, punggung, serta kedua tangan Rain. Rain hanya bisa meringis kesakitan menahan tangis, bukan hanya sekali Ibunya seperti ini tetapi sering bahkan sampai seluruh tangan, punggung, dan kakinya membiru semua. Setelah puas Ibu Rain melempar penggaris besi itu ke sembarang arah
"Awas saha sampai terulang lagi", ancam Ibunya lalu meninggalkan Rain sendirian. Rain bergegas menutup pintu walau jalannya tertatih-tatih dan sesekali ia meringis saat akan menutup pintu Rain melihat Kakak laki-lakinya, Juna melewati kamarnya tanpa memedulikannya setelah kejadian itu Kak Juan jadi membenci dirinya dan menjadi nakal padahal sebelumnya Kak Juna anak yang baik, penurut, dan juga dulu Kak Juna sangat-sangat memperhatikan Rain, tidak seperti sekarang. Rain menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam, Rain menangis tanpa suara, ia menahan isakan tangisnya agar tidak terdengar Ibunya. Rain memberhentikan tangisnya ia berjalan menuju kamar mandi dengan susah payah, ia melihat pantulan bayangannya di cermin. Kacau, itu yang ia simpulkan, Rain menangis lagi dan mengambil gunting yang ada di wastafel dan menggunting rambut panjangnya dengan asal. Lalu ia perginke arah shower dan menyalakannya, ia terduduk dengan susah payaj menahan nyeri di sekujur tubuhnya. Rain membiarkan dirinya basah, bercak darah yang tadi dibiarkan mengalir dengan air, Rain menangis sejadi-jadinya. Ia sudah tidak tahan lagi dengan semuanya, setelah puas menangis, Rain mengganti pakaiannya tak terasa ia menangis sampai larut malam. Sekarang Rain perlahan berbaring di atas kasurnya sesekali ia meringis menahan sakit dan ia pun tertidur.
Paginya Rain sudah terbangun dari jam 4 subuh itu yang ia lakukan setiap hari, ia membersihkan rumah dan memasak. Setelah jam 5 baru akan siap-siap bersekolah lalu pergi ke sekolah jam 6 pagi, dimana sekolah masih sepi dengan murid muridnya. Saat Rain sudah sampai di sekolah dan akan menuju kelas, ia terkejut melihat wali kelasnya Ibu Nana berada di depannya. Akhir-akhir ini memang wali kelasnya itu selalu memaksanya bercerita, tapi.. Rain selalu diam. Bu Nana mengajaknya ke taman di belakang sekolah dan seperti sebelum-sebelumnya Bu Nana mendesaknya untuk bercerita, entah apa yang ingin diketahui wali kelasnya itu.
"Maaf Bu, saya mau ke kelas" izin Rain lalu beranjak pergi, tapi tiba-tiba tangannya ditahan oleh Bu Nana, Rain menangis. Rain mengingat saat ia menangis semalam ia menorehkan luka di pergelangan tangan kirinya yang ia lakukan ketika sesak dan putus asa. Bu Nana menyadari apa yang terjadi dan ia langsung menggulung lengan seragam yang Rain pakai, dan ya.. benar saja dugaan Bu Nana, Bu Nana meringis melihat pergelangan tangan Rain dipenuhi bekas sayatan, luka, dan lebam biru bahkan lukanya ada yang masih basah dan bernanah. Rain menarik tangannya dengan cepat dan langsung menutupi lengannya "Maaf Bu, Rain harus pergi" ucap Rain sebelum meninggalkam Bu Nana.
Jam pulang sekolahpun tiba, Rain cepat-cepat keluar dari kelas dengan murid lainnya. Rain tidak langsung pulang, tapi ia akan ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas.
Setelah tugas Rain selesai dan perpustakaan akan tutup Rain bergegas pulang, saat Rain baru keluar perpustakaan tiba-tiba ia ditarik ke kamar mandi wanita dan pelakunya siapa lagi jika bukan Chantika, Lia, dan Jena. Mereka sekelas dengan Rain dan mereka juga yang sering membully Rain dan kejadian yang terulang lagi Rain di siram seperti bunga dengan air bekas pembersih lantai yang ada di kamar mandi yang sangat-sangat kotor juga bau. Rain terdiam, ia tidak bisa marah walaupun ia melawan tetap saja ia akan kalah, selain kalah jumlah Chantika juga saudaranya kepala sekolah dan Ibunya Chantika berteman dekat. Kemungkinan ia akan diusir oleh Ibunya karena mengganggu anak dari sahabatnya.
"Heh bisu!" ucap Chantika kepada Rain, Rain tersentak "Ya ampun malah ngelamun" ucap Chantika lalu mendorong Rain, Rain jatuh terduduk di lantai yang basah. Selanjutnya Chantika, Lia, dan Jena menjambak dan menampar pipi Rain lalu terakhir Chantika mendorong Rain dengan sangat kuat hingga kepala Rain terbentur dinding tumpul yang ada di wastafel, Rain meringis merasakan sakit di bagian belakang kepalanya, ia merasakan ada yang mengalir di kepalanya dan benar saja ia melihat darah segar di tangannya. Chantika dan teman-temannya membelalakkan matanya, Chantika langsung pergi dengan tubuh gemetaran, Lia yang berniat membantu ditahan Jena dan di tarik keluar dari kamar mandi.
Rain berusaha berdiri sambil memegangu kepalanya, Rain bercermin di kamar mandi ia sangat-sangat berantakan. Pipinya membiru akibat tamparan yang keras, ia mengambil tas dan mengeluarkan sapu tangannya dan menekan luka di kepalanya dengan sapu tangan. Rain pulang dengan berjalan kaki, ia melewati jalan yang biasa ia lewati di dekat stasiun tempat Ayahnya meninggal.
Langit sudah menunjukkan sore hari, Rain masih berusaha agar ia tidak tumbang, bajunya semakin basah akibat derasnya hujan. Setelah hampir mendekati stasiun dari kejauhan Rain melihat Ibunya dan Ibu Chantika di pojokkan dengan seorang penjahat, Rain melihat penjahat itu membawa pisau. Cepat-cepat Rain berlari tidak memedulikan luka dikepalanya lalu saat penjahat itu akan menodong Ibu Rain dan.. jleb.
Ibu Rain yang tidak merasakan apapun terkejut melihat Rain, anaknya sudah ada dihadapannya menghadang penjahat. Penjahat itu langsung pergi karena takut dilaporkan ke polisi, Rain jatuh tersungkur ia merasakan perutnya sangat sakit, Ibu Rain memeluk putrinya dan menangis rasa bersalah kepada putrinya memuncak penyelesaian yang kini ia rasakan.
"R-rain... Rain" ucap Ibunya histeris
"I-ibu.. maafin R-rain" ucap Rain dengan nafas tersenggal-senggal.
Ibu Rain menangis sejadi-jadinya Rain saat ini seedang ditangani dokter dan para perawat.
3 hari telah berlalu...
Dan Rain belum juga tersadar, Rain kehabisan banyak darah dan membutuhkan pendonor darah karena rumah sakit kehabisan kantong darah yang golongannya sama dengan Rain, Ibu Rain sangat terkejut ketika mengetahui Rain sering melukai dirinya sendiri dan lebih terkejut lagi ketika Rain terdapat luka di bagian kepalanya dan lukanya itu harus dijahit.
Saat Ibu Rain mengetahui yang telah terjadi kepada Rain dari walikelasnya, padahal baru saja Ibu Rain akan menuntut Chantika tapi Chantika sudah mengaku duluan dan menyesali perbuatannya dan sahabatnya juga meminta maaf dan menyalahkan dirinya sendiri karena lalai mendidik anaknya dan akhirnya Chantika dikeluarkan dari sekolah dan pindah ke Prancis bersama Ibunya dan biaya rawat Rain semua ditanggung keluarga Chantika. Kini Ibu Rain dan Kak Juna sedang menunggu Rain di ruang rawatnya, Kak Juna sudah mengetahui semuanya dan menyesal lalu menyalahkan dirinya sendiri. Mengapa... mengapa dia hatus marah kepada adiknya yang tidak bersalah sampai ia tidak memperhatikan dan menjaga adiknya hingga berakhir seperti ini. "Rain maafin Kak Juna.. Rain harus sembuh" ucap Juna sambil memegangi tangan Rain.
Rain berlari dijalan kereta "Ibu.. Kak Juna.. tunggu Rain!" teriak Rain berkeringat, tapi tidak ada respon dari mereka. "Rain mau ikut Ibu sama Kak Juna " teriak Rain lalu mempercepat larinya dan.. Bruk.. Rain terjatuh.
"Kak Juna.. Ibu.. maafin Rain, Rain mau ikut sama kalian" ucap Rain berusaha bangkit tapi Rain terjatuh lagi "S-sakit Kak Juna.. Ibu.." rintih Rain memegang lututnya yang terluka.
"Rain.." panggil seorang pria suaranya tidak asing, Rain pun mendongkak melihat wajah pria yang sangat ia rindukan.
"Ayah... Rain kangen Ayah" ucap Rain sambil memeluk Ayahnya "Ayah, Rain mau ikut sama Kak Juna, tapi Rain malah ditinggal"
"Katanya Rain kangen Ayah" ucap Ayah Rain sambil tersenyum.
"I-iya Rain kangen Ayah tapi Rain mau ikut sama mereka" ucap Rain semakin menangis.
"Rain ikut ayah saja ya?" ucap Ayahnya mengusap air mata Rain dengan jari tangannya.
"Tapi.." ucap Rain ragu, "Rain ikut Ayah ya.. biar Rain engga sakit lagi" ucap Ayah Rain membantu putrinya bangkit. "Rain mau kan?" tanya Ayah Rain, "Iya, Ayah" ucap Rain sambil tersenyum lalu mereka berdua menyusuri rel kereta dan Rain tidak merasa kesakitan lagi.
oleh : Calista Anastasya (XII IBB)

Komentar
Posting Komentar